Sabtu, 28 Desember 2013

Trik Menentukan Waktu Adzan Subuh pada ‘Smart Phone Apps’

Berhubung ada yang menulis tentang fajar pagi, saya mau sedikit berbagi ilmu mengenai fajar berdasarkan astronomi. Kita-kita generasi sekarang sepertinya lebih akrab dengan jadwal sholat baik itu di kalender atau yang lebih canggih di apps ponsel pintar. Sah-sah saja. Tetapi kalau memang ingin tahu, sebenarnya ini fenomena menarik untuk diamati. Dalam nash-nash Qur’an-Hadits ada 2 jenis fajar yang kemudian disebut fajar kadzib (fajar semu) dan fajar shodiq (fajar yang sesungguhnya).
1. Fajar Semu
Akan tampak sinar yang disebutkan seperti ekor serigala dengan arah vertikal. Sinar ini secara astronomis diterangkan karena akibat debu-debu kosmis luar angkasa yang memantulkan sinar matahari yang sudah mulai mendekati horizon. Pada fajar semu ini, belum boleh sholat shubuh dan bagi yang mau berpuasa masih diperbolehkan makan dan minum.
gambar: fajar semu (kadzib)
2. Fajar Shodiq
Di mana matahari yang semakin dekat ke horizon membuat fenomena “garis putih” sepanjang horizon/cakrawala. Sementara dari horizon ke pengamat masih hitam/gelap. Inilah yg disebut pada nash al Qur’an disebut “jelasnya benang putih dari benang yang hitam” (lihat gambar). Pada saat inilah adzan subuh dikumandangkan.
gambar: fajar sesungguhnya (shodiq)
Pertanyaan: kenapa sebuah app bisa menentukan kapan adzan shubuh di setiap titik di bumi? Ternyata jawabannya adalah dengan pengamatan dan pengambilan kesimpulan.
Dari pengamatan, fenomena garis putih sepanjang ufuk timur terjadi jika matahari berada sekitar 17.5° – 18° dibawah horizon (lihat gambar). Jadi inilah yang menjadi patokan rumus “adzan subuh” di smart phone app, yaitu dengan mengalkulasi posisi matahari -18° (di bawah ufuk/cakrawala/horizon) di mana saja di muka bumi.
gambar: ilustrasi
Contoh gambar fajar semu dan fajar shodiq telah saya lampirkan diatas. Mudah-mudahan bisa membedakan. Memang praktisnya tinggal lihat almanak. Tapi siapa tahu… siapa tahu… terjadi perubahan civilisasi misalkan terjadi perang nuklir, menghancurkan semua infrastruktur termasuk listrik dan tanggalan (almanak). Mau tidak mau kita semua akan kembali ke basic, seperti yang dikerjakan oleh orang-orang zaman dahulu.
Kasus-kasus penentuan waktu islam menurut astronomi semakin menarik jika dijumpai masalah-masalah ‘ekstrim’ semisal; bagaimana kalau tinggal di kutub utara-selatan? sebab di kutub (pole) siang terus selama 4 bulan dan malam terus 4 bulan. Bagaimana kalau jadi astronot? sedangkan astronot dan pesawat luar angkasa yang ditumpanginya mampu mengitari bumi belasan kali dalam sehari. Jadi ada belasan kali fajar dan sunset dalam 24 jam. Dan lain lain.
oleh: Novil Mulianas