Selasa, 30 Desember 2014

Asyiknya.... Berenang Air Panas di Sangkanhurip

Berbeda dengan Kota Cirebon yang terletak di pesisir pantura Jawa Barat yang dikenal berhawa panas menyengat. Ternyata di sisi selatan kota, ke arah Kabupaten Kuningan, terhampar desa asri berudara dingin dengan sumber mata air panas melimpah. Namanya Sangkanhurip. Udara di desa ini mirip dengan wilayah Puncak di Cianjur, Jawa Barat. Karena itu, sungguh sayang jika telah tiba di Cirebon tidak menyempatkan mampir ke Sangkanhurip yang hanya memakan waktu sekitar 45 menit. Anda dapat menikmati wisata air sekaligus merelaksasi tubuh dari kepenatan.

Sangkuhurip di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, merupakan salah satu desa wisata yang tidak hanya mengandalkan panorama yang indah, tetapi juga air untuk kesehatan. Di desa kecil di kaki Gunung Ciremai itulah mata air panas bermineral mengalir. Titik alirannya tak begitu banyak, hanya di ruas-ruas tertentu. Tetapi justru itulah yang membuat Desa Sangkanhurip menjadi istimewa.

Air dari Sangkanhurip berbeda dengan air mineral di beberapa titik mata air panas lain di daerah pegunungan. Jika air pegunungan lain hanya mengandung belerang, air Sangkanhurip mengandung berbagai mineral dan renik dalam air hangatnya. Menurut hasil penelitian, air panas Sangkanhurip mempunyai kandungan seperti sulfat (SO4), silikon dioksida (SiO2), dan klorida (Cl) dengan konsentrasi tinggi. Meskipun letaknya di dekat Gunung Ciremai, air itu mengandung endapan marin, yang berarti air panas itu tak berhubungan dengan aktivitas Ciremai.


Kandungan mineral dan renik dari air itu dipercaya bermanfaat untuk menjaga kesehatan. Karena itu, air panas bersuhu sekitar 40-50 derajat celsius yang keluar dari mata air di Desa Sangkanhurip banyak dimanfaatkan warga dan pelancong untuk mandi, bahkan berendam. Cilimus berada di perut Gunung Ciremai yang hijau dan dingin. Lembah dan bukitnya diselimuti kabut di ketinggian antara 400 hingga 700 m dari permukaan laut. Desa ini juga merupakan pintu gerbang bagi pendaki gunung yang ingin mendaki ke puncak Gunung Ciremai. Perjalanan kemari melalui jalan mulus dengan rute berkelok-kelok melewati sawah yang luas kehijauan diselingi rumah penduduk khas pedesaan Jawa Barat. Penduduknya ramah dan terbuka terhadap pendatang yang menyambut ajakan ngobrol dengan logat sundanya yang kental.

Desa Cilimus dan tetangganya desa Linggarjati adalah daerah yang tenang. Populasinya tidak padat sekali, masih banyak hamparan sawah di sana sini. Sebagai wilayah yang kerap didatangi pengunjung dari luar membuat penduduknya bersikap terbuka dan ramah. Wilayah ini memang merupakan daerah tujuan wisata untuk wilayah Cirebon dan Kuningan.

Karena merupakan tujuan wisata, tidak heran sangat gampang dijumpai hotel kelas menengah atau kecil, dan losmen penginapan untuk pengunjung. Bahkan penduduknya banyak yang membuka rumahnya untuk tempat menginap. Seperti tampak di jalan kecil menuju jalur pendakian ke Gunung Ciremai, rumah-rumah penduduk di sana membuka rumahnya untuk dijadikan posko istirahat pendaki yang akan naik atau baru turun dari puncak gunung. Selain rumah penduduk yang bisa dipakai menginap, di sini ada beberapa hotel yang lumayan besar untuk menginap sekeluarga. Diantaranya terletak di jalan utama Cilimus-Linggarjati (setelah pasar) yakni Tirtasani, Grage Spa Hotel, dan Hotel Ayong.

Nuansa dan beberapa teman pernah mampir ke dalam salah satu hotel dan mencoba berendam di kolam air panas alami yang disediakan di dalam hotel. Hotel ini sangat bersih dan terawat dengan apik, lengkap dengan satpam dan lapangan parkir yang luas. Mandi di kolam merupakan salah satu daya tarik kenapa banyak pengunjung suka ke daerah ini. Banyak fasilitas hotel menyediakan mata air panas alami tersebut. Namun jika tidak ingin menginap, pengunjung bisa mencari beberapa tempat pemandian umum mata air panas yang juga tersebar di desa ini. Ada baiknya jika membawa anak kecil kita pilih-pilih akan tidur di hotel mana. Hotel yang dipakai untuk check in juga cukup banyak. Dan ini bisa memberi pemandangan tidak sedap bagi anak kecil apabila berada dekat dengan lokasi tersebut.

Perjanjian Linggarjati
MEMASUKI kawasan gedung bersejarah Linggarjati yang berada di Kampung Cipaku Desa Linggarjati Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, kita akan suguhi pemandangan yang cukup mengesankan. Sebab, selain bentuk bangunannya yang berarsitektur zaman baheula, halaman di sekelilingnya pun cukup asri dengan berbagai macam pepohonan.

Tak heran, tempat ini kerap didatangi para pengunjung dari luar daerah Kabupaten Kuningan yang ingin menyaksikan langsung bangunan yang merupakan salah satu bangunan bersejarah terbentuknya NKRI, dimana di tempat ini ditandatanganinya perjanjian yang di kenal sebagai Perjanjian Linggarjati.
Begitu pula para wisatawan yang berasal dari Kabupaten Kuningan sendiri. Mereka kerap datang pada hari-hari libur, hanya sekadar untuk bercengkrama dengan kerabat, rekan, maupun kekasihnya. Bahkan, pada hari-hari besar halaman yang berada di sekitar tempat tersebut selalu dipenuhi warga setempat untuk botram (makan bersama-sama).

Ya, hawa sejuk di lokasi yang berada di bawah kaki Gunung Ciremai tersebut ikut menambah keasrian tempat yang mempunyai lahan seluas 2,4 hektare dan bangunan seluas 800 meter persegi tersebut. Jika kita masuk ke dalam bangunan itu sendiri, kita akan melihat tempat dimana perwakilan antara Indonesia dengan Belanda melakukan perundingan hingga melahirkan suatu perjanjian yang dikenal hingga kini sebagai Perjanjian Linggarjati. Dalam perjanjian ini, pihak Belanda mengakui kedaulatan RI.

Di dalam bangunan kita akan melihat beberapa furniture yang dipakai para perwakilan dari Indonesia dan Belanda. Sebuah meja panjang masih tertata rapi. Di tempat ini para perwakilan kedua negara bertemu. Kemudian, kita juga akan melihat beberapa tempat lainnya yang kerap dipakai Presiden RI pada saat itu, Ir Soekarno, untuk beristirahat.

Begitu pula dengan kamar tidur yang dipergunakan para perwakilan dari Indonesia dan Belanda. Meski keasliannya tidak lagi 100 persen, namun furniture-furniture itu masih terawat dengan baik. Menurut pengelola Museum Linggarjati, kondisi bangunan tersebut sempat terlantar karena tidak terawat dengan baik. Bahkan, sebagian furniture yang ada saat ini sempat tercecer di beberapa rumah warga. ”Beruntung, setelah tempat ini dijadikan sebagai bangunan suaka, barang-barang yang menjadi saksi bisu perjanjian Linggarjati itu bisa ditemukan kembali. Memang kondisinya tidak seratus persen asli, karena sudah dipermak ulang,” katanya