Rabu, 07 Januari 2015

Nomer Telp Penting di Cirebon




Daftar Nomor Telp Kantor Polisi Kota & Kabupaten Cirebon



Selasa, 06 Januari 2015

SPION PENYELAMAT

Di kota besar semisal Jakarta, motor terbilang penolong untuk para pekerja kantor. Dengan tubuh ramping, lincah, irit, dengan biaya perawatan murah membuat motor kian popular. Motor membuat pekerja gesit menerobos kemacetan.
Namun dari sisi keselamatan, motor dikenali kurang aman dibanding mobil. Namun para produsen telah merancang sedemikian rupa untuk melindungi pengendara dari kecelakaan. Salah satunya adalah spion sepeda motor yang di pasang di sebelah kanan dan kiri. Spion digunakan untuk melihat sisi kanan atau sisi kiri yang tidak terlihat secara langsung oleh mata pengendara. Dengan spion, pengendara tidak perlu menoleh ke belakang untuk melihat saat berbelok atau menyalip kendaraan yang ada di depannya.

spionmotor
Untuk menunjang keselamatan diri dan pengguna jalan lainnya, sebagai warga negara yang baik, warga LDII harus memperhatikan kelengkapan dalam berkendara, semisal SIM, STNK, helm standar SNI, dan kondisi sepeda motor yang baik, serta tentu saja spion.
Akan tetapi, masih ada beberapa pengendara yang tidak menghiraukan tentang kelengkapan bermotor. Terkadang justru spion tidak di pasang salah satu atau  dua-duanya tidak di pasang. Hal ini pernah dirasakan manfaatnya oleh salah satu warga LDII Sidoarjo yang mengambil hikmah dengan adanya kelengkapan bermotor.
“Saat itu, saya pulang kuliah mengendarai sepeda motor di malam hari. Seperti biasa, saya melewati jalan utama Krian-Surabaya. Pada waktu itu, saya melihat di sisi kiri saya ada truk yang keluar dari SPBU. Dan secara tiba-tiba, pandangan saya terarah ke spion sebelah kanan. Dan saya melihat ada truk besar yang melaju cukup kencang dari arah belakang. Saya menepi ke sisi kiri jalan. Seandainya saya tidak segera menepi, mungkin saya sudah ditabrak oleh truk tersebut, karena truk tersebut juga membelokkan arah lajunya ke sebelah kiri untuk menghindari truk yang keluar dari SPBU tadi,” kata Budi, salah satu warga LDII Sidoarjo sekaligus Mahasiswa Politeknik Surabaya.
Menjaga keselamatan diri dalam berkendara adalah sebuah kewajiban. Sebagai masyarakat yang taat kepada peraturan pemerintah, akan sangat membantu usaha pemerintah dalam menekan angka kecelakaan setiap tahunnya. Dengan menghilangkan salah satu bagian dari kelengkapan sepeda motor, itu seperti halnya meghilangkan salah satu pelindung  dari diri kita ketika berkendara.

Masih banyak masyarakat yang mengedepankan style dalam berkendara, tapi tidak mempertimbangkan fungsi keselamatan diri saat berkendara. Dan hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Ketika keluar rumah untuk beraktifitas dengan berkendara, awali dengan berdoa dan cek kelengkapan berkendara. Dan ingatlah, keluarga selalu menunggu kita untuk kembali pulang dengan selamat  (Bambang Setyabudi/Foto: mesin45ku.blogspot.com/SIDUTA/LINES)

Minggu, 04 Januari 2015

LDII Menggandeng ICMI dan MUI Mengusulkan BPJS Syariah

Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfarestate) memiliki tujuan mulia untuk menyejahterakan masyarakatnya berdasarkan Pembukan UUD 1945. Program Jaminan sosial melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan upaya pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat.

Dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia dengan perbandingan umat muslim 85 persen dari total penduduk 260 juta jiwa, masyarakat Muslim di Indonesia menuntut pemerintah kian memperhatikan kehalalan dalam bermuamalah, demikian juga terhadap pelaksanaan program BPJS.

BPJS yang digelar pemerintah memiliki lima jenis program jaminan, yakni Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian. Pemerintah pada akhir tahun 2019 menargetkan seluruh masyarakat Indonesia yang ditentukan undang-undang telah menjadi peserta Program Jaminan dan mendapat Jaminan Perlindungan Kesehatan.

Sifat kepesertaannya wajib bagi setiap warga masyarakat dan mereka berhak mendapatkan jaminan perlindungan kesehatan dengan membayar iuran sesuai aturan yang berlaku. Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar iuran, maka negara wajib memberikan bantuan iuran. Persoalannya, LDII melihat terdapat problem yang timbul jika dilihat dari sisi keislaman pada akad atau tata hubungan antar ketiga pihak, dan lembaga-lembaga penunjang yaitu peserta penerima manfaat, pihak pemberi jasa kesehatan, dan pihak pengeloa dana atau penjamin (BPJS).

Terdapat klaim dari pemerhati dan masyarakat pengguna jaminan sosial ini, bahwa aspek “hubungan keuangan” atau “transaksi keuangan” dalam sistim BPJS belum jelas benar aspek hukumnya, apakah sudah atau tidak memenuhi kriteria syariah Islam, yang berakibat timbulnya transaksi-transaksi non halal. Hal kedua adalah, pada cara-cara pengelolaan dana amanah yang ditempatkan pada lembaga-lembaga keuangan non syariah yang menimbulkan transaksi-transaksi ribawi.

Untuk menjamin kehalalan dari produk BPJS, DPP LDII mengusulkan pengelolaan dana BPJS dengan cara syariah atau BPS Syariah. Untuk kepentingan tersebut, DPP LDII mengajak ICMI dan MUI menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang bertemakan “Menggagas BPJS Syariah” pada 19 November 2014. Dengan FGD ini, DPP LDII ingin mengajak seluruh elemen masyarakat khususnya umat Islam dan pemerintah mewujudkan jaminan sosial yang sesuai dengan koridor syariah.

FGD itu mengundang narasumber KH Slamet Efendi Yusuf dari MUI, Dr. Bambang Kusumanto Dewan Penasehat DPP LDII sekaligus anggota DPRD DKI Jakarta, dan Dr. Ahmad Nizar Shihab dari MPR. Sementara partisipan yang hadir di antaranya Masyarakat Ekonomis Syariah (MES), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Mega Syariah, dan lain-lain.

“BPJS Syariah merupakan hal yang baru, lahir dari amanat UUD 1945 pasal 24 ayat 32, negara berkewajiban memberikan jaminan sosial. Saya mengapresiasi LDII yang berani menginisiasi lahirnya BPJS Syariah. Ketika negara mengeluarkan ide-ide tertentu masih melihat kembali ajaran Islam. Dengan makin besarnya ekonomi syariah. Banyak sekali keinginan untuk mewujudkan syariah. Sejak era 80-an ekonomi kita sangat diwarnai ekonomi konvensional. Sehingga timbul dikotomi antara ekonomi dan syariah,” ujar KH Slamet Efendi.

Menurut Ketua DPP LDII Chriswanto Santoso, mewujudkan BPJS Syariah sangat mudah bila pemerintah memiliki kemauan. Selain itu BPJS Syariah tak bertentangan dengan dengan landasan filosofis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahkan, pada UUD 1945 negara Indonesia mendasarkan diri pada budi pekerti, moral, dan nilai agama. Hak asasi boleh dibatasi, namun yang membatasi adalah undang-undang. Umat Islam Indonesia tanpa memberangus hak-hak beragama umat lain juga memiliki hak untuk menjalankan ibadah seperti perniagaan yang sesuai syariah.

Dalam FGD Menggagas BPJS Syariah, terdapat beberapa permasalahan dalam mewujudkannya. Permasalahan yang utama adalah terkait dengan kemauan politik dari penguasa, baik itu dari eksekutif maupun legislatif. “Jika pemerintah membuka dua jalur antara konvensional atau syariah, maka kita bertugas menyosialisasikannya pada umat Islam. Maka perlu ada yang mewadahinya hingga umat Islam mau memiliki kemauan untuk beralih ke BPJS Syariah,” ujar Tengku Zulkarnain

Peserta yang hadir berharap wacana menggagas BPJS Syariah terus berkesinambungan. Forum ini harus terus digulirkan dan menjadi agenda bagi ormas-orams Islam. Misalkan MES harus menjadikan agenda utama mengenai BPJS Syariah dan juga dalam Kongres Umat Islam di Yogyakarta pada Januari 2015 mendatang. Umat Islam Indonesia perlu membuat tim yang merumuskan sistem syariah, akadnya, dan perlu dipersiapkan konsep undang-undang BPJS Syariah.